Puisi Pertama Untuk Istriku


: untuk Egi
Dengarkan
Kita kan menjelma air yang menetap di bebatuan padas
Geliat yang menggeletar menunggu detik-detik proses melaun bagai metamorfosa yang cantik
yang menanti dalam ketenangan seperti malam yang sabar
yaitu saat Tetes dari diriku akan mencapaimu
dan kau pula kan menitik memercik

Lihatlah
Seperti berkelopak kembang kau kan memerah, atau menguning, mengungu bahkan menghitam
Berkertak ketika angin menampar dan mematahkan dahannya
memburai
tapi adalah sebuah kerelaan untukku memunguti gugur kelopak-kelopaknya
karena cinta begitu asyik dan tak peduli

Hiruplah aromanya
jika semusim memang akan tertinggal dan semusim kemudian akan pula tiba,
jika hanya sedikit cinta yang pernah kita sisihkan hingga tepinya,
marilah merelakannya diterbangkan muson hingga musim yang entah
karena kita telah lebih dari cukup untuk memilikinya
hingga pada saatnya nanti kita kan merebah di ribaan nyaman surga
bukankah nikmat?

Sayangku, kelak kau akan mengerti
setelah puas mencecap rasa dari mana kita terpelihara
atau saat kau bacakan lembaran-lembaran dongeng pada anak-anak kita
yang bermain-main di atas pangkuanmu suatu hari nanti
di suatu waktu yang telah kita relakan untuk tak kita miliki

: bahwa aku inginkan tetap sentuhanmu dalam diam maupun gelora
dalam gerak yang ritmis seperti ramai gerimis
dalam sunyi yang parah serta amarah
dalam nyanyian dan tarian
dalam sumpah serapah
dalam hati

sempurnalah
dengan segenap indraku
: aku mencintaimu

(Cigugur, 14 April 2011)
Category:

0 komentar:

Posting Komentar